Opini – Apakah betul e-book lebih diminati sekarang? Kecepatan lintas informasi melalui berbagai platform internet mempengaruhi paradoks baca masyarakat masa kini. Koran, surat kabar dan majalah sebagai sumber media informasi berbentuk cetak dikabarkan mengalami beberapa penurunan peminat yang secara sederhana dapat dilihat dari “menghilangnya” agen – agen penjualan surat kabar cetak di banyak tempat.
Begitu juga pada beberapa sektor industri buku khususnya komik cetak yang terkesan mengalami penurunan penjualan dengan adanya platform baca komik online. Hal ini seakan memberikan kesan bahwa paradoks baca masyarakat berubah total pada pilihan hal – hal yang praktis dan hemat baik secara keuangan maupun ketahanan seperti e-book.
Namun nyatanya, Laporan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan industri penerbitan berkontribusi Rp69,07 triliun atau menyumbang 7% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2020. Tentu masih jauh dibandingkan industri elektronik yang menyumbang 2% terhadap PDB di tahun tersebut. Beberapa sektor industri percetakan tetap diminati seperti buku novel dan sastra populer lainnya.
Salah satu alasan novel cetak masih banyak peminat adalah keinginan untuk mencapai “keseimbangan hidup” dari kepenatan digital. Pembaca novel cetak ingin melakukan hobi membaca mereka dengan kegiatan non-digital semata – mata untuk menghindari kejenuhan dari era digital.
Era digital ini menciptakan dua sisi; realita dan ironi. Realitanya, era digital ini tetap terus memunculkan inovasi teknologi di bidang sastra seperti e-reader walaupun di sisi lain, ironi kebutuhan beberapa sektor industri buku tetap tinggi peminat.
Hal ini bisa saja terjadi karena teknologi seperti E-reader ini belum sepenuhnya terdengar di kalangan masyarakat Indonesia, namun harusnya teknologi ini dapat menjadi pilihan yang dapat dipertimbangkan bagi pembaca yang suka dengan karya teraktual, terkini dan tanpa batas akses.
E-reader ini memiliki kelebihan utama berupa fokus hanya untuk membaca, tanpa gangguan dari notifikasi atau aplikasi lain berikut juga penyesuaian layar yang diatur sesuai mode membaca. Dilansir dari beberapa situs belanja dan marketplace, harga e-reader berkisar antara 3 juta sampai 7 juta tergantung dari spesifikasinya.
Dengan harga tersebut akan cukup layak untuk dibeli apalagi jika fiturnya dapat mengakses beberapa platform jurnal yang dapat digunakan sebagai media bacaan untuk belajar.
Oleh karena itu, bagi pembaca yang cenderung melakukan hobi membaca dengan aktivitas non-digital, pembaca bisa tetap menemukan buku – buku versi cetak diberbagai platform termasuk melalui marketplace yang efisien.
Begitu juga e-reader dapat menjadi pilihan kesehatan mata jangka panjang bagi pembaca yang memiliki hobi membaca disertai kewajiban untuk belajar ataupun bekerja dengan banyak bahan bacaan. Pembaca juga dapat mempertimbangkan lagi kelebihan dan kekurangan buku atau e-reader berdasarkan prioritas kebutuhan yang dihadapi.
***
*) Artikel Opini Ditulis Alivia Fitriani Hilmi, Penulis dan Kontributor Propublish.id.