Opini – Sumenep merupakan kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Madura dan dikenal sebagai daerah dengan warisan budaya dan sejarahnya yang kaya. Berdirinya Keraton Sumenep dan keberadaan ragam budaya lokal pada salah satu Kabupaten di Jawa Timur ini menjadi simbol penting yang menunjukkan eksisnya peradaban Sumenep sejak abad ke-13.

Berdasarkan catatan sejarah, Sumenep mulanya dikenal sebagai kerajaan pada tahun 1269 Masehi. Atas dasar itu, Sumenep telah menjadi wilayah dengan usia sejarah yang mencapai 755 tahun pada 2024. Namun di balik kejayaan sejarah tersebut, Sumenep menghadapi tantangan besar dalam membangun daerah yang berorientasi pada kemajuan masa depan, salah satunya pada konsep Kabupaten Layak Anak (KLA).

Pada sebuah Kabupaten/Kota, KLA dirasa penting keberadaannya untuk mewujudkan pendekatan pembangunan yang mengintegrasikan kebutuhan anak dalam kebijakan, program, dan anggaran pemerintah daerah. Adapun tujuannya adalah untuk memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang sehat, aman, dan mendukung perkembangan fisik, mental, serta sosial.

Prinsip ini menekankan bahwa anak tidak hanya harus dilindungi dari kekerasan dan eksploitasi, tetapi juga diberikan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan partisipasi publik. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, KLA menjadi instrumen penting untuk memastikan hak anak sebagai generasi penerus dapat terpenuhi secara optimal.

Kabupaten Layak Anak (KLA) merupakan inisiatif pemerintah untuk memastikan pemenuhan hak-hak anak melalui integrasi komitmen dan sumber daya dari berbagai pihak yang  meliputi pemerintah daerah, masyarakat, bahkan dunia usaha.

Sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang eksis, Sumenep telah berkomitmen untuk mewujudkan KLA dengan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Kabupaten Layak Anak dan Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah KLA Tahun 2023-2025. Regulasi tersebut tentunya ditujukan sebagai upaya nyata dalam mewujudkan Sumenep sebagai Kabupaten yang layak dan peduli pada pemenuhan hak anak.

Sayangnya, berbagai permasalahan struktural dan kebijakan menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Sumenep belum sepenuhnya serius dalam mewujudkan komitmen tersebut. Sebagaimana data yang ada menunjukkan bahwa skor KLA Sumenep mengalami stagnasi dan cenderung ter-degradrasi, dengan skor 988 pada tahun 2019 dan menurun menjadi 944,45 pada tahun 2021 . Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam pemenuhan indikator KLA di Kabupaten Sumenep.

Lebih lanjut, pada tahun 2019 lalu, Pemerintah Kabupaten Sumenep berhasil meraih penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) kategori Pratama dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Namun, penghargaan tersebut tidak kemudian secara subtantif mencerminkan adanya perubahan di tatanan masyarakat. Parahnya, hingga kini terdapat berbagai indikator KLA yang menunjukkan stagnasi, bahkan mengalami kemunduran di beberapa sektor penting. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penghargaan yang diterima lebih bersifat simbolis daripada mencerminkan keberhasilan secara nyata.

Dilain sisi, meski Sumenep telah meraih penghargaan kategori Pratama di tahun 2019 lalu, realitanya selang lima tahun berlalu hingga 2024 Sumenep belum juga mampu meningkatkan peringkat KLA ke tingkat Madya atau Nindya. Stagnasi ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menjawab tantangan pembangunan ramah anak. Berbagai kebijakan yang dirumuskan lebih sering bersifat reaktif dan jangka pendek, tanpa menyasar akar masalah seperti kemiskinan, akses pendidikan, dan kesehatan.

Berikut dalah beberapa poin penting evaluasi penerapan KLA di Kabupaten Sumenenp:

1. Minimnya Implementasi Regulasi

Meski Kabupaten Sumenep telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup) terkait KLA, kebijakan tersebut belum diikuti dengan implementasi yang konkret. Regulasi tersebut seolah hanya bersifat administratif tanpa diiringi langkah strategis yang nyata. Sebagai contoh, peraturan yang mendukung kesehatan anak melalui penguatan layanan posyandu masih belum optimal.

2. Tingginya Angka Putus Sekolah

Tingkat putus sekolah di daerah pedesaan dan kepulauan Sumenep masih tinggi. hal tersebut dipengaruhi oleh tidak meratanya akses pendidikan, minimnya fasilitas dan infrastruktur yang mendukung, serta tidak adanya program beasiswa yang memadai dan mendukung. Pemerintah daerah tampaknya lebih fokus pada pembangunan infrastruktur berskala besar yang tidak relevan dengan kebutuhan dasar pendidikan.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, pada tahun ajaran 2020, terdapat total 238 siswa yang putus sekolah. Pada tahun 2024, data menunjukkan adanya peningkatan jumlah anak putus sekolah, dimana tercatat ada sebanyak 405 anak berusia maksimal 18 tahun yang putus sekolah.

Untuk data tahun 2021-2023, disayangkan tidak tercatat  secara spesifik (menambah catatan ketida siapan Sumenep dalam pendataan yang tertib dan sistematis). Hal ini menunjukkan bahwa Indikator Kabupaten layak anak dalam kluster pendidikan masih belum terpenuhi secara optimal.

3. Kekerasan terhadap Anak yang Masih Marak

Kasus kekerasan terhadap anak di Sumenep, baik fisik, emosional, maupun seksual, masih sering terjadi. Ironisnya, pemerintah daerah belum membangun sistem pengaduan yang efektif dan ramah anak. Kurangnya pendampingan psikologis bagi korban menunjukkan lemahnya perhatian pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada kelompok rentan, utamanya kepada anak-anak.

4. Masalah Stunting dan Gizi Buruk

Kabupaten Sumenep masih memiliki angka stunting yang tinggi, mencerminkan ketidakberhasilan dalam memberikan layanan kesehatan dasar bagi anak-anak. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya gizi, pemberian makanan tambahan, dan pengawasan distribusi bantuan pangan masih jauh dari kata optimal.

5. Minimnya Infrastruktur Ramah Anak

Infrastruktur publik seperti taman bermain, ruang belajar komunitas, dan fasilitas olahraga hampir tidak tersedia di sebagian besar wilayah di Sumenep. Hal ini menunjukkan kurangnya prioritas pemerintah daerah terhadap kebutuhan dasar anak-anak.

6. Lemahnya Monitoring dan Evaluasi

Agar implementasi KLA berjalan efektif dan mencapai tujuan yang diharapkan, monitoring dan evaluasi (Monev) menjadi aspek yang sangat penting. Monev memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi hambatan, mengevaluasi keberhasilan, dan menyusun strategi perbaikan yang relevan.

Seperti yang tertuang pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Permen PPPA) Nomor 12 Tahun 2011 Bab IV: Pengawasan dan Evaluasi Pasal 17 Ayat (1): Pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan KLA.

Kemudian pada Peraturan Daerah (Perda) Sumenep Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kabupaten Layak Anak Bab IV Pasal 13 Ayat (1): Pemerintah daerah menyusun dan melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi untuk KLA.

Pada dua regulasi tersebut sudah tersampaikan dengan jelas bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota harus melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam penerapan Kabupaten Layak Anak (KLA) khususnya di kabupaten Sumenep. Namun Hingga saat ini, belum ada mekanisme evaluasi yang transparan dan terukur untuk menilai keberhasilan program KLA. Pemerintah daerah tampak lebih fokus pada pencitraan melalui penghargaan daripada memastikan perubahan nyata di masyarakat.

Meskipun pemerintah Kabupaten Sumenep telah menetapkan berbagai regulasi dan rencana aksi, realisasi di lapangan masih jauh dari harapan. Minimnya tindak lanjut regulasi, alokasi anggaran yang tidak memadai, serta kurangnya sinergi antar sektor menjadi hambatan utama dalam pemenuhan indikator KLA.

Selain itu, mekanisme evaluasi dan monitoring yang lemah menyebabkan program-program yang ada berjalan tanpa hasil yang signifikan.

Ketidakseriusan pemerintah Kabupaten Sumenep dalam mewujudkan KLA menunjukkan lemahnya komitmen terhadap pemenuhan hak-hak anak. Sebagai generasi penerus, anak-anak memerlukan perhatian yang nyata, bukan sekadar kebijakan simbolis. Apabila pemerintah tidak segera bertindak dengan serius dan strategis, Sumenep akan tertinggal dalam upaya membangun generasi berkualitas. Langkah konkret dengan fokus pada kebutuhan anak harus menjadi prioritas utama, demi memastikan masa depan yang lebih baik bagi Kabupaten Sumenep dan warganya.

 

***

 

*) Artikel Opini Ditulis Nor Kamilah, Ketua Bidang Advokasi dan Gerakan PC Kopri Jember.

*) Tulisan artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media Propublish.id.

*) Rubrik terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

* Artikel Dikirim ke email resmi cs.propublish@gmail.com.

*) Redaksi berhak untuk menyunting dan memperbaiki artikel sesuai dengan standarisasi media Propublish.id.

* Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirimkan.

Reporter: Tim Propublish.id