SEOUL, PROPUBLISH.ID – Korea Selatan dilanda ketegangan politik yang semakin memuncak pada 3 Januari 2025, setelah upaya penangkapan Presiden Yoon Suk Yeol gagal total. Yoon, yang telah diskors sejak 14 Desember 2024, berusaha menghindari pemeriksaan terkait keterlibatannya dalam kasus pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan, setelah memberlakukan darurat militer pada 3 Desember 2024.

Penangkapan yang direncanakan pada 3 Januari tersebut terhalang oleh ratusan pendukung Yoon dan pasukan pengamanan presiden yang menghalangi pihak berwenang. Kejadian ini menyebabkan kebuntuan yang berlangsung lebih dari enam jam di kediaman resmi presiden.

Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang, Kepala Intelijen Korsel (CIO) menyampaikan penyesalan atas perilaku Yoon yang menolak mematuhi prosedur hukum yang berlaku.

“Kami menyampaikan penyesalan yang mendalam atas perilaku tersangka yang menolak mematuhi prosedur hukum yang telah ditetapkan,” ungkap CIO, dikutip dari Yonhap, Sabtu (4/1/25).

CIO juga mengungkapkan alasan di balik kegagalan penangkapan tersebut.

“Kami memutuskan bahwa pelaksanaan surat perintah penahanan secara praktis tidak mungkin dilakukan karena konfrontasi yang terus berlanjut, dan menangguhkan pelaksanaan karena khawatir akan keselamatan personel di lokasi yang disebabkan oleh perlawanan,” kata CIO.

Meskipun wewenang presiden Yoon telah dicopot setelah keputusan parlemen yang memakzulkannya, Yoon tetap berhak atas pengamanan sebagai bagian dari protokol keamanan negara. Pasukan pengamanan presiden dan tentara yang masih setia memainkan peran kunci dalam menghalangi upaya penangkapan pada 3 Januari 2025. Insiden ini semakin menambah ketegangan dalam situasi politik negara yang semakin terpolarisasi.

Saat ini, penyelidikan lebih lanjut mengarah pada kepala pasukan pengamanan presiden dan wakilnya yang terduga terlibat dalam menghalang-halangi tugas aparat penegak hukum. Keduanya dijadwalkan untuk dipanggil pada Sabtu, 4 Januari 2025, guna menjalani interogasi lebih lanjut. Menghalangi aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya merupakan tindak pidana, mengingat presiden Korea Selatan tidak memiliki imunitas hukum.

Sebelumnya, pada 31 Desember 2024, pengadilan Korea Selatan mengesahkan surat penahanan terhadap Yoon, setelah dia berulang kali mengabaikan panggilan pemeriksaan terkait keputusan darurat militer yang diberlakukannya pada Desember lalu. Surat penahanan ini berlaku hingga 6 Januari 2025, dan pihak berwenang berencana untuk mencoba menangkapnya kembali sebelum batas waktu tersebut.

Dengan situasi yang semakin memanas, perhatian dunia kini tertuju pada perkembangan selanjutnya di Korea Selatan, khususnya terkait upaya penegakan hukum yang semakin rumit dalam menghadapi mantan pemimpin negara tersebut.

Editor: Rina Kartika
Reporter: Siti Maimunah