Sumenep – Peredaran rokok bodong alias ilegal di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, semakin masif. Bisnis tanpa pita cukai ini diduga dikendalikan oleh seorang pengusaha berinisial HM, dengan jaringan distributor yang memperlancar distribusinya ke berbagai wilayah.

Berdasarkan penulusuran Pimpinan Redaksi Nusa Insider sekaligus CEO Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM), Thoifur Ali Wafa, mengungkapkan bahwa bisnis ini tetap eksis karena adanya distributor kepercayaan HM.

“Di antara orang-orang itu ada inisial F dari Desa Ketawang Larangan, Ganding; HZ dari Desa Gadu Barat, Ganding; S dari Desa Bragung, Guluk-Guluk; dan Z dari Desa Ketawang Daleman, Ganding,” ujar Thoifur, Sabtu (1/2/2025).

Ia menilai keberadaan jaringan distribusi ini menjadi faktor utama yang membuat bisnis rokok ilegal sulit diberantas.

Thoifur menegaskan bahwa maraknya peredaran rokok bodong berdampak serius pada penerimaan negara. Tidak adanya pembayaran cukai menyebabkan kerugian besar bagi pemerintah.

“Negara mengalami kerugian karena tidak ada pemasukan dari pajak dan cukai yang seharusnya dibayarkan,” katanya.

Meski pemerintah daerah dan aparat penegak hukum telah berupaya menindak peredaran rokok ilegal, Thoifur menilai langkah tersebut belum efektif.

“HM seolah kebal hukum. Bisnisnya telah berjalan bertahun-tahun tanpa tersentuh tindakan tegas,” tambahnya.

Sebelumnya, peredaran rokok tanpa pita cukai di Sumenep dilaporkan semakin meluas. Pabrik yang berlokasi di Kecamatan Ganding diduga tetap aktif memproduksi berbagai merek rokok ilegal, termasuk Gico, Dubai, Fantastic Klik, Fantastic Mild, Milde, Milde Bold, Rebel, Albaik, dan Albaik Mentol Hijau.

Thoifur mengungkapkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Bea Cukai Jawa Timur untuk mendorong operasi pemberantasan rokok ilegal di Sumenep.

“Kami dari ALARM akan kembali berkoordinasi dengan membawa berbagai barang bukti peredaran rokok ilegal yang dijual di berbagai toko dan tempat lainnya,” jelasnya.

Ia mempertanyakan mengapa aparat penegak hukum belum mengambil tindakan tegas terhadap pabrikan yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

“Apakah Satpol PP maupun Bea Cukai tutup mata terhadap pabrik ini?” tanyanya.

Selain merugikan negara, peredaran rokok ilegal juga berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.

“Pada level pertama, rokok berdampak buruk bagi kesehatan perokok. Pada level kedua, merugikan perokok pasif. Jika yang dikonsumsi adalah rokok ilegal, dampaknya lebih luas karena tidak ada dana untuk mitigasi kesehatan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Thoifur menyebut bahwa peredaran rokok ilegal menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat, merugikan industri rokok legal, serta meningkatkan konsumsi rokok di kalangan usia muda.

“Pada akhirnya, ini juga menjadi hambatan dalam upaya pengentasan kemiskinan,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak HM maupun aparat penegak hukum terkait dugaan ini.

Editor: Dian Sari
Reporter: Budi Santoso